Jumat, 17 Februari 2023

Pendidikan Indonesia dalam Penguatan Nilai-Nilai Pancasila

Pendidikan telah menjadi bagian hidup dari setiap orang yang memiliki kedudukan penting. Dalam hal ini mengacu pada kepentingan bagaimana manusia dapat mempertahankan hidup dan meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan juga dipahami menjadi proses untuk memberdayakan dan mengungkapkan potensi individu sebagai manusia yang dapat berkontribusi kepada masyarakat. Kontribusi tersebut dapat dalam taraf lokal maupun sampai nasional bahkan global. Untuk itu arah pendidikan sudah semestinya untuk menggali, menemukan dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik agar mampu mengolahnya menjadi potensi dirinya. Yang nanti potensi itu dapat berdaya saing dalam persaingan kehidupan yang semakin kompleks. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi semua manusia yang memiliki akal sebagai sarana berfikir, karena pendidikan akan mengantarkan manusia pada ilmu dan pengetahuan yang akan memberikan segala obsesi dan segala cita-citanya. Agama, Pancasila, dan UUD'45 merupakan acuan yang di dalamnya semua langkah kegiatan gerak di negara Indonesia dalam bentuk apapun harus bersandar padanya. Tiga acuan dasar pedoman itu secara sinergis dapat menciptakan tatanan dalam berbagai dinamika kehidupan di negeri ini, termasuk masalah pendidikan. 

 Pancasila sudah sepantasnya menjadi modal dasar dalam pendidikan karakter, seperti menurut beberapa ahli diantaranya; Thanon Aria Dewangga dalam tulisannya, “Pendidikan Karakter Membangun Manusia Indonesia Unggul”, menyatakan bahwa falsafah dan agama Pancasila yang telah dimiliki bangsa ini, belum mampu menghilangkan kekerasan komunal atau antar-agama. Perlunya integrasi pendidikan karakter dengan nilai-nilai lokal dan falsafah agama Pancasila sebagai acuan agar pendidikan karakter tidak hanya pada tataran wacana pengenalan nilai dan norma, akses tetapi lebih jauh menuju tataran internalisasi dalam penerapan kehidupan sehari-hari. 

Selain itu, Sukandi dalam tulisannya “Memahami dan Mengorientasikan Nilai-Nilai Pancasila Siswa Dalam Kendaraan Pendidikan Karakter Bangsa”. Dalam tulisannya menyatakan bahwa adanya korelasi antara tingginya tingkat krisis dan pengaruh ideologi neoliberalisme dengan seperangkat nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut seperti materialisme, individualisme, hedonisme, sekularisme, materialisme, rasionalisme, tingginya budaya konsumerisme, dan pengaruh budaya pasar dengan nilainilai kapitalisme. Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan landasan dan pedoman bagi bangsa Indonesia untuk bertindak, dan berperilaku sesuai dengan aturan bangsa Indonesia. Hakekat dari Pancasila adalah menjadi sistem nilai luhur dan budaya Indonesia yang berpusat pada seluruh unsur kebudayaan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ealitas yang telah ada pada kehidupan sehari-hari dan diyakini sebagai hal yang penting untuk dilakukan manusia dalam sikap dan perilaku serta tindakannya. 

Dekade terakhir, diamati di berbagai bidang termasuk pendidikan bahwa pemikiran teknis telah menggantikan pemikiran dasar dan komprehensif. Selain itu, berbagai upaya reformasi pendidikan tampaknya lebih cenderung tambal sulam dan parsial, disintegrasi, tidak kokoh dibangun sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan nasional, khususnya dalam mengarahkan upaya reformasi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan filosofis, yaitu Konstruk Filosofis Pendidikan Nasional Pancasila, untuk memberikan jalan bagi pembentukan citra manusia Indonesia yang ideal menjadi acuan pencapaian pendidikan kebangsaan. 

Ki Hadjar Dewantara memberi gagasan tentang pendidikan Indonesia melalui kearifan lokal etnis Jawa yang dikenal dengan semboyan terkenal Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani ( yang secara harfiah berarti 'mendirikan model', 'mewujudkan niat atau semangat' dan 'memberikan dukungan yang membangun', masing-masing) . Sifatnya yang kuat penekanan pada apa yang guru, siswa dan masyarakat pada umumnya harus lakukan (melalui kegiatan pendidikan)  untuk berubah diri mereka menjadi masyarakat yang membebaskan dan beradab, bukan pada apa yang mereka alami dan pikirkan sebagai orang terpelajar kelompok masyarakat, filsafat Ki Hadjar Dewantara telah dianggap sebagai model dinamis dari pandangan filosofis dalam pendidikan kation (Darmawan & Sujoko, 2019; Samho, 2017), yang masih dianut oleh sistem pendidikan nasional Indonesia hingga saat ini. Dinamika filosofi ini juga dapat dilihat dari cara mengintegrasikan pengetahuan kognitif, kebiasaan, kebajikan dan prinsip-prinsip moralitas sebagai konstruksi penting dalam pendidikan. Pengintegrasian gagasan-gagasan itu melalui tindakan, sebagaimana dikemukakan Dewantara, dapat mewujudkan apa yang disebutnya prinsip 'orde en vrede' (ketertiban dan perdamaian) dalam pendidikan (1967b, hlm. 13). 

Semua Lima Kebajikan yang diuraikan di atas diwujudkan dalam slogan pendidikan terkenal Ki Hadjar Dewantara yang diungkapkan dalam Bahasa Jawa Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, semuanya erat saling terkait dan merupakan satu pandangan filosofis penting yang dianut dalam sistem pendidikan Indonesia. saya akan di sini menghubungkan filosofi ini dengan praktik pendidikan, dan kemudian berpendapat bahwa itu melambangkan filosofi perilaku pragmatisme. Selain itu, sepanjang perjalanannya menuju kedewasaan, peserta didik harus ditanamkan tidak hanya dengan pengetahuan kognitif tetapi juga dengan kebajikan atau kualitas moral dari sudut pandang lain, untuk menjadi manusia dengan kualitas hidup yang bermanfaat bagi sesama manusia, serta lingkungan yang didiaminya. 

Prinsip dasar filosofi Dewantara atau yang sering disebut sebagai Panca Dharma terdiri atas lima nilai yaitu nilai kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan. Kelima prinsip dasar tersebut menjadi dasar pelaksanaan pembelajaran di Taman Siswa atau sering disebut sebagai Panca Dharma Taman Siswa (Sugiharto, 2021). Prinsip kodrat alam erat kaitannya dengan nilai ketuhanan, Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa setiap manusia lahir dengan kodratnya yang telah diberikan oleh Tuhan, sehingga pendidikan sesungguhnya memiliki arti untuk menuntun kodrat alam atau potensi alami yang ada diri masing-masing siswa, sehingga mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan tertinggi sebagai manusia dan anggota masyarakat. Keselamatan tersebut dapat dicapai apabila siswa memiliki karakter dan budi pekerti yang kuat dalam dirinya, kedua hal tersebut akan menjadi bekal bagi siswa untuk menjalani kehidupan dalam masyarakat. 

 Nilai kemerdekaan mengandung arti kebebasan setiap individu sebagai manusia. Pendidikan memiliki peran penting untuk melaksanakan pengembangan potensi yang ada pada diri masing-masing individu secara humanis. Nilai kebudayaan mengisyaratkan bahwa manusia tidak dapat terlepas dari manusia lain dalam kehidupannya. Ki Hadjar Dewantara memandang manusia dan budaya selalu beriringan dan pendidikan menjadi tempat persemaian nilai-nilai kebudayaan yang ada dalam masyarakat agar keberadaannya tetap lestari. Seiring dengan berkembangnya zaman pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan dan kemajuan. Dengan perubahan tersebut nilai karakter, budi pekerti dan kebudayaan yang menjadi focus utama pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengalami pemudaran hingga semakin luntur terlebih lagi dengan kemajuan teknologi yang membawa derasnya informasi dari berbagai penjuru dunia (Kahfi, 2021). 

 Pendidikan Indonesia yang memegang nilai-nilai luhur Pancasila menjadi sebuah gagasan runtut mengenai pendidikan nasional. Notonagoro, memberikan contoh ajaran Pendidikan dengan undang-undang yang keberadaannya dalam pendidikan nasional bersifat imperatif, artinya harus dilaksanakan. Oleh karena itu harus dilaksanakan, maka pengorganisasian perundang-undangan harus dilakukan dalam pendidikan yang berkeadilan dengan menggunakan dua pendekatan secara bersamaan, yaitu pendekatan deduktif dan pendekatan dialektis induktif secara kritis dilakukan sebagai kesatuan harmonis yang dinamis. Klarifikasi istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan sangat diperlukan dalam pendidikan akademik, sehingga peraturan perundang-undangan dapat dikatakan terstruktur secara yuridis ilmiah. 

Secara filosofis, hakikat dari Pancasila (Lima Prinsip Dasar Negara Republik Indonesia). Keberadaannya sebagai paradigma pembangunan nasional membawa konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional, kita harus bertumpu pada hakikat nilai-nilai di dalamnya Pancasila prinsip moral. Oleh karena itu, Kaelan (2002:216) menyatakan bahwa hakekat dari Pancasila nilai-nilai didasarkan pada basis ontologis manusia sebagai subjek pendukung utama Pancasila prinsip moral dan juga  sebagai penopang prinsip kebangsaan. Hal ini didasarkan pada fakta obyektif bahwa Pancasila adalah dasar negara, dan negara adalah organisasi manusia (federasi hidup). Oleh karena itu, dalam mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan cita-cita seluruh rakyat, negara harus berpedoman pada asas kemanusiaan yang “mono pluralis”. Dalam melaksanakan pembangunan nasional, hal yang paling dasar adalah dengan mewujudkan pendidikan nasional untuk semua masyarakat Indonesia. 

Notonagoro (Dwi Siswoyo, 2013) menegaskan bahwa ciri khas Pendidikan Nasional adalah berkembangnya kemampuan/keterampilan dan kepribadian yang terpadu, teratur, serasi, dan dinamis (Watak ganda pendidikan nasional adalah pengembangan kepribadian dan kemampuan/keterampilan, dalam satu kesatuan organis yang harmonis dan dinamis).Oleh karena itu, harus selalu dimantapkan agar Indonesia menjadi bangsa yang maju, bermartabat, dan memiliki identitas yang kuat dan dinamis, serta mampu menghadapi tantangan secara nasional dan global. Pendidikan adalah fenomena manusia (Driyarkara, 1980), bahwa pendidikan adalah fenomena manusia kebangsaan Indonesia. Tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan manusia sebagai manusia (Dwi Siswoyo, 2013), memanusiakan manusia Indonesia yang dapat menerapkan dan mengembangkan kehidupannya dalam perjumpaan dan interaksi dengan sesama dan dunia, serta dalam hubungannya dengan Tuhan. 

Pengembangan Filsafat Pendidikan Nasional Indonesia yaitu Filsafat Pendidikan Nasional Pancasila diharapkan dapat berperan sebagai sumber teori dan praktek pendidikan nasional di Indonesia yang kontekstual dan dinamis. Tujuan formal Filsafat Pendidikan Nasional adalah untuk menganalisis secara radikal semua fenomena pendidikan dan yang terkait dengannya dari perspektif yang komprehensif dan terintegrasi. Bentuk Pendidikan Nasional yang ideal mengacu pada pengembangan kemampuan/keterampilan dan kepribadian yang dimiliki bersatu, teratur, harmonis dan dinamis (dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis) dalam menjamin pembangunan manusia seutuhnya di Indonesia. 

Maksud dan tujuan pendidikan nasional adalah bagaimana sesungguhnya pendidikan kita mampu membentuk watak, dan sikap yang baik sesuai dengan kaidahkaidah bangsa kita. Oleh karena itu pendidikan sangat erat kaitannya dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan sasaran utama dari proses pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter sangat tepat jika difokuskan untuk diajarkan di sekolah. Karena sekolah merupakan tempat sebagian besar anak mungkin akan mengenal karakter yang baik sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Sekolah juga merupakan tempat bagi anak untuk mengembangkan pendidikan karakter. 

Pada praktiknya sudah seharusnya sekolah melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan pendidikan nasional dengan berbasis Pancasila. Sehingga dapat membangkitkan kesadaran bahwa Pembelajaran Pengembangan Kepribadian adalah kehidupan yang perlu ada dalam masyarakat global. Menurut K.W. Siswomihardjo (2004:10), antara tahun 1995 hingga 2020 merupakan tingkat “repositioning” Pancasila. Berbeda dengan 55 tahun yang lalu, saat ini dunia dihadapkan pada gelombang perubahan yang cepat, mendasar, dan spektakuler sebagai implikasi dari gelombang globalisasi yang melanda seluruh dunia, terutama di era ini.21stabad. Implikasi globalisasi menunjukkan berkembangnya standardisasi dalam berbagai aspek kehidupan, baik penyelenggaraan negara maupun berbangsa. 

Visi dari pendidikan Pancasila adalah menjadi sumber nilai dan pedoman dalam pelaksanaan program studi dalam mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan kepribadiannya sebagaiPancasila warga. Sementara itu, misi dari Pancasila Pendidikan adalah untuk membantu peserta didik agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila serta mengembangkan kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan pemikirannya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan. 

Tujuan dari pendidikan Pancasila diharapkan mampu membuat peserta didik memiliki pengetahuan dan memahami dasar-dasarnya Pancasila filsafat, dan banggaPancasila sebagai karya besar Indonesia yang mirip dengan karya ideologi besar lainnya di dunia. Pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat memperluas pemikiran dan mengembangkan sikap demokratis dalam mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnyaPancasila. Sementara itu, tujuan khusus dari pendidikan Pancasila adalah agar peserta didik mampu: (1) melakukan kajian kritis tentang sejarah perjuangan nasional Indonesia dan merumuskan kronologi sejarahPancasila sebagai falsafah dan asas negara; dan (2) menjelaskan Pendahuluan UUD 1945 atau UUD 1945, pasal-pasal dalam UUD 1945, dan dinamika implementasi UUD 1945 (Siswomihardjoet al., 2002:166). 

Guna menghadapi tuntutan kemajuan zaman dan berusaha untuk menguatkan nilai-nilai karakter dan budi pekerti pemerintah mengambil langkah besar melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2021-2024 menyebutkan tentang istilah profil pelajar Pancasila (Rahayuningsih, 2021). Kemampuan bangsa Indonesia untuk berkompetisi di tengah arus globalisasi dan inovasi teknologi yang berkembang begitu pesat bergantung pada kualitas Sumber Daya Manusia. Melalui pembangunan SDM yang selaras dengan kemajuan iptek dan perkembangan dunia global, besar harapannya Indonesia dapat mewujudkan cita-cita kemerdekaan sebagai bangsa berkarakter dan cerdas, mampu bersaing dan bahkan berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa maju lainnya di dunia. Dalam upaya nasional terkait pembangunan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memebrikan perhatian khsuus pada agenda penguatan kebudayaan. 

Berdasarkan pembahasan tersebut, kita sampai pada kesimpulan berikut: pertama, sifat dinamis pemahaman identitas bangsa, dan kedua, pentingnya unsur dalam keinginan suatu bangsa untuk memahami dirinya sendiri, dan ketiga membangkitkan dan mengembangkan kreativitas kita semaksimal mungkin suatu bangsa (Soedjatmoko, 1986: 31). Oleh karena itu dalam pendidikan Indonesia yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila seharusnya para peserta didik memiliki sifat-sifat: (1). bertanggung jawab berani, (2). peka terhadap keadilan sosial dan kesetiakawanan sosial, kebangsaan dan kemanusiaan, (3). peka terhadap batas toleransi masyarakat, (4). memiliki harga diri dan percaya diri, iman yang kuat, (5). berorganisasi dan bekerja sama dengan orang atau pihak lain, baik yang berskala nasional maupun internasional, kemudian perbedaan budaya, agama atau ras, (6). menalar secara moral (nalar moral atau ijtihad) dan memiliki kemampuan menafsirkan ketentuan-ketentuan agama hingga terungkapkan relevansinya dengan masalah dan perkembangan baru.

Referensi: 

Al Musanna, “Revitalisai Kurikulum Muatan Lokal Untuk Pendidikan Karakter Melalui Evaluasi Responsif”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Number16, Third special edition (Oktober 2010), p.245-246. 

Kaelan. (2007). Revitalisasi dan Reaktualisasi Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara dan Ideologi dalam Memaknai Kembali Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Lima. 

Kahfi, A. (2021). Implementasi profil pelajar Pancasila dan implikasinya terhadap karakter siswa di sekolah. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Dasar, 138-151. 

Notonegoro. (1984). The birth of the Pancasila. Ministry of Information of the Republic of Indonesia. 

Rahayuningsih, F. (2021). Internalisasi filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila. Jurnal Inovasi Pendidikan IPS, 1(3),177-187. 

Siswoyo, D. (2013). Mengembangkan pendidikan sains untuk kemanusiaan yang tercerahkan. Dalam D. Siswoyo (Ed.), Pendidikan untuk pencerahan & kemandirian bangsa.Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. 

Siswoyo. (2013). Bung Karno’s view on Pancasila and education. Cakrawala Pendidikan, 32(1), 103-115. https://doi.org/10.21831/cp.v5i1.1264. 

Soedjatmoko. (1991). Soedjatmoko dan keprihatinan masa depan (Soedjatmoko dan keprihatinan masa depan). Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. 

Soeharto. (2010). Educational idiology debate. Cakrawala Pendidikan, 29(2): https://doi.org/10.21831/cp.v2i2.334 

Sugiharto, S. (2021). Explicating and framing Dewantara’s conduct pragmatism as a pragmatist philosophy of education. Journal of Philosophy of Education, 1-14. Sukandi, “Pemahaman Dan Orientasi Nilai Pancasila Mahasiswa Sebagai Wahana Pendidikan Karakter Bangsa”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Volume 43 , Number 3, (Oktober 2010), p. 261-271 

Taniredja, T.dkk (2012). The Appropriate Pancasila a Education Contents to Implant Lofty Values for Indonesia Students. International Journal for Educational Studies, 5 (1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Indonesia dalam Penguatan Nilai-Nilai Pancasila

Pendidikan telah menjadi bagian hidup dari setiap orang yang memiliki kedudukan penting. Dalam hal ini mengacu pada kepentingan bagaimana m...