Jumat, 24 Januari 2020

Perempuan Muslim Progresif?

Ditulis Oleh: Vika Rachmania Hidayah

“Kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan ketinggian ilmu seseorang. Bukan terletak pada wajah dan pakaiannya” (Buya Hamka)

Berkaitan dengan perkembangan zaman, masyarakat sekarang membutuhkan peran  perempuan dalam segala aspek, pendidikan, sosial ekonomi, hukum, politik, dan lainlain. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tuntutan bangsa-bangsa atas nama masyarakat global bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan bagaimana bangsa tersebut peduli dan memberi akses yang luas bagi perempuan untuk beraktifitas di ranah publik. Perempuan merupakan sosok istimewa dari pada laki-laki. 

Menurut Imam Khomaeni ra, menyatakan bahwa “Perempuan adalah eksistensi yang mampu menghaturkan pribadi-pribadi yang unggul kepada masyarakat, sehingga masyarakat tersebut menjadi sebuah masyarakat yang kokoh dan masyarakat yang menjunjung norma-norma agama…” Isu-isu mengenai kiprah perempuan di ranah publik nampaknya tidak pernah absen dalam perbincangan. Hal ini dikarenakan pandangan masyarakat terhadap perempuan merupakan warga kelas dua atau pelengkap laki-laki sehingga kiprahnya di ranah publik masih kerap kali dipandang sebelah mata. Perempuan dalam panggung sejarah manusia, selalu diposisikan minor dan dipandang negatif oleh struktur budaya, praktek, dan peradaban. Hanya sedikit masyarakat di belahan dunia ini yang memberikan ruang yang baik bagi perempuan. Dominasi laki-laki terhadap perempuan adalah realitas yang hidup dalam hampir setiap elemen masyarakat.

Ide-ide normatif Islam membawa nilai-nilai keadilan dan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan, tetapi pada realitasnya atau praktek dilapangan sering menunjukan hal yang sebaliknya. Agama sering kali tampil dalam pandangan dunia laki-laki dengan meletakkan perempuan sebagai objek. Pemaksaan syari’at Islam terhadap perempuan sering ditemukan pada masyarakat Islam yang ‘extrem kanan’. Kebanyakan dari mereka tidak diberi kesempatan untuk menyuarakan hak-haknya, bahkan yang menyangkut persoalan mereka sendiri. Padahal dalam masa Nabi Muhammad SAW -yang merupakan masa ideal Islam- perempuan mempunyai ruang lebih dalam menunjukkan keterlibatan dalam dunia sosialnya. Mereka terlibat aktif dalam memformulasikan nilai-nilai agama. Tak ada kaidah-kaidah agama, terutama yang berhubungan dengan mereka yang ‘jadi’ tanpa dialog dengan mereka. Di masa tabi’in dan tabi-tabi’in, peneliti Islam kotemporer menemukan banyak fakta tercecer tentang beberapa ilmuwan perempuan yang menjadi guru bagi pendiri mazhab besar dalam Islam. Rumah mereka telah menjadi sumber bagi perkembangan tradisi keilmuan Islam saat itu. Sejarah juga tak bisa memungkiri kecemerlangan beberapa ratu dalam pemerintahan Islam abad pertengahan.

Bagaimana caranya mejadi perempuan muslim yang progresif? Apa saja ciri-ciri perempuan muslim progresif itu? Dalam jurnal eL-Tarbawi yang berjudul “Pemikiran dan Gerakan Muslim Progresif” Noor (2006: 150-151) menjelaskan beberapa karakteristik menonjol  yang dapat dimiliki oleh muslim progresif diantaranya: 1) Mereka mengadopsi pandangan bahwa beberapa bidang Islam tradisional membutuhkan perubahan dan reformasi substansial dalam rangka menyesuai kan dengan kebutuhan masyarakat muslim saat ini. 2) Mereka cenderung mendukung akan perlunya fresh ijtihad (pemikiran yang segar) dan metodologi baru dalam ijtihad untuk menjawab permasalahan-permasalahan kontemporer. 3) Beberapa di antara mereka juga mengkombinasikan atau mengintegrasikan secara kreatif warisan kesarjanaan Islam tradisional dengan pemikiran Barat modern. 4) Mereka secara penuh optimis dan teguh berkeyakinan bahwa dinamika dan perubahan sosial, baik pada ranah intelektual, moral, hukum, ekonomi atau teknologi, dapat direfleksikan dalam Islam. 5) Mereka tidak merasa terikat pada dogmatisme atau mazhab dan teologi tertentu dalam pendekatan kajiannya. 6) Mereka lebih meletakkan titik tekan pemikirannya pada berbagai isu keadilan sosial, keadilan gender, HAM dan relasi yang harmonis antara Muslim dan non-Muslim.

Islam membutuhkan muslim yang berwawasan luas dan muslim yang mempunyai kedalaman pengetahuan. Bukan hanya sebatas muslim yang menonjolkan simbol-simbol namun tumpul kedalam. Islam membutuhkan muslim yang progresif adanya muslim yang progresif  bertujuan untuk merumuskan islam yang dapat menjadi referensi dasar bagi terciptanya masyarakat berkeadilan yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, meratanya nuansa kerahmatan dan kebijaksanaan, serta terwujudnya kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Dengan kata lain kehadiran Islam Progresif merupakan suatu rumusan baru Islam yang sesuai dengan kehidupan demokrasi. Di dalam pemikiran Islam seperti ini semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dan memperoleh perlakuan yang adil, kaum minoritas dilindungi dan dijamin hak-haknya secara setara.

Oleh karena itu, transformasi Islam dalam pandangan Islam Progresif adalah identik dengan sosial kemanusiaan Islam dan Demokrasi, selain akan mengantarkan  Islam dapat diterima oleh semua kalangan, juga kompatibel dengan kehidupan demokrasi. Dengan demikian nalar  pembentukan Islam Progresif berperspektif demokrasi, pluralisme, dan HAM. Menurut Turabi (1956) dalam bukunya yang berjudul “Yusr al-Islam wa Usul at-Tasri’ al-Am” Islam sekarang ini harus mengakomodasi dan mencerminkan kesetaraan, keadilan, kemanusiaan, dan menjamin kemaslahatan. Berpangkal tolak dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip dasar Islam perlu mengapresiasi pluralisme (ta’addudiyah), nasionalitas (muwatanah), penegakan HAM ((iqamat al-huquq alinsaniyah), demokrasi (dimuqratiyah), kemaslahatan (maslahat), dan kesetaraan gender (al-musawah al-jinsiyah). Sedangkan alur penafsiran ajaran Islam seperti ini adalah Alquran & al-Hadis, kemaslahatan, maqasid al-syari’ah, dan akal publik. 

Perempuan adalah pilar sebuah bangsa, kata-kata tersebut selayaknya harus diperjuangkan untuk menjunjung eksistensi perempuan sebagai makhluk yang istimewa. Oleh karena itu, sudah sepatutnya menjadi perempuan muslim yang progresif dengan terjun ke masyarakat untuk ikut andil dalam masyarakat dengan menyuarakan kemanusiaan dan keadilan.

Referensi:
Yusdani. 2015. Pemikiran dan Gerakan Muslim Progresif. Jurnal eL-Tarbawi. Volume VIII 
No. 2. UII
Turabi, Hasan.1956. Yusr al-Islam wa Usul at-Tasri’ al-Am. Kairo: Mathba’ah Nahdah Mishr.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Indonesia dalam Penguatan Nilai-Nilai Pancasila

Pendidikan telah menjadi bagian hidup dari setiap orang yang memiliki kedudukan penting. Dalam hal ini mengacu pada kepentingan bagaimana m...