Minggu, 20 September 2020

Transformasi Islam: Struktur sosial masyarakat Arab pra Islam

Struktur sosial masyarakat Arab pra Islam

Beberapa sejarahwan melihat bahwa kota Makkah berada dalam posisi yang strategis dalam jalur perdagangan. Posisi strategis kota Makkah ini menjadikan kota Makkah mengalami perkembangan yang pesat dalam konteks ekonomi. Namun demikian secara ekonomi, struktur ekonomi masyarakat Arab Islam itu di dominasi oleh pedagang. Lazimnya para pedagang, pastinya mempunyai semangat akumulasi kekayaan atau yang sering kita sebut sebagai semangat kapitalistik. Selain secara ekonomi yang didominasi oleh segelintir pedagang, segelintir orang kaya, secara politik juga masyarakat Makkah dikuasai oleh segelintir elit. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat Makkah dikuasai oleh para oligarki-oigarki seperti saat ini pada sistem ekonomi poitik kita yang dikuasai oleh segelintir orang saja. Karena sebagian besar kekayaan bangsa ini dimiliki hanya oleh sebagian kecil oleh orang-orang bangsa ini. Demikian juga dalam konteks politik, bahwa bangsa besar seperti bangsa Indonesia ini hanya ditentukan oleh segelintir elit saja. 

Segelintir elit politik dan segelintir elit pemilik kapital di kota Makkah saat itu mendominasi dan mempengaruhi proses-proses pengambilan keputusan masyarakat kota Makkah. Jika kita melihat dari stratifikasi sosial masyarakat Arab terlihat sekali bahwa masyarakat Arab dikelompokkan dalam kelas-kelas tertentu. Dan kelas-kelas ini membuat hirarki secara sosial. Kelas-kelas tersebut diantaranya bangsawan dan pedagang kaya (posisi tertinggi), kemudian mawali dan yang paling bawah dalam struktur sosial masyarakat Arab adalah para budak. Secara sistem kekeluargaan, masyarakat Arab waktu itu menganut sistem patrilineal (garis keturunan ayah). Selain patrilineal, masyarakat Arab juga patriakal, yang artinya: di dalam masyarakat Arab kala itu, menganut bahwa laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi dari perempuan dan semua kebijakan dalam keluarga maupun masyarakat ditentukan oleh laki-laki. Sebaliknya, bangsa Arab menganut bahwa perempuan mempunyai kedudukan sangat rendah bahkan mereka dianggap sebagai objek. Hal ini dapat kita lihat dengan tradisi-tradisi yang membenci perempuan seperti tradisi membunuh bayi perempuan, poligami tanpa batas, perempuan sebagai objek karena perempuan dapat diwariskan, ketika laki-laki menceraikan perempuan: mereka bisa rujuk kapan saja dan berapa  kali saja tanpa batas, selain itu juga terdapat praktek-praktek kekerasan terhadap perempuan. Dari sini kita dapat membayangkan kondisi sosialnya, bagaimana sistem keluarganya, lalu bagaimana pola relasi antara laki-laki dan perempuan di dalam struktur masyarakat Arab waktu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Indonesia dalam Penguatan Nilai-Nilai Pancasila

Pendidikan telah menjadi bagian hidup dari setiap orang yang memiliki kedudukan penting. Dalam hal ini mengacu pada kepentingan bagaimana m...